Oleh Al-Qoyuni
Salah satu unsur penting dalam struktur masyarakat Islam adalah masjid. Selain sebagai tempat ibadah sama halnya dengan gereja, pura, wihara dan yang lain sebagainya, masjid digunakan umat Islam untuk berbagai keperluan misalnya dibidang pendidikan, kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan dan lain-lain. Pada masa awal perkembangan Islam, yaitu pada zaman Rasullah, masjid merupakan pusat pemerintahan, kegiatan pendidikan, kegiatan sosial dan ekonomi. Sebagai kepada pemerintahan dan kepala Negara Muhammad SAW tidak mempunyai istana seperti halnya para raja pada waktu itu, beliau menjalankan roda pemerintahan dan mengatur umat Islam di Masjid, permasalahan-permasalahan umat beliau selesaikan bersama-sama dengan para sahabat di Masjid bahkan hingga mengatur strategi peperangan. Tradisi ini kemudian tetap dilestarikan oleh para khulafaur Rasyidin dan khalifah-khalifah setelahnya, namun pada perkembanganya di bidang pemerintahan masjid hanya di jadikan symbol pemerintahan Islam, walaupun terletak biasanya di pusat pemerintahan berdampingan dengan pusat kekuasaan. Kemegahan sebuah masjid menjadi kebanggaan bagi penguasa, peninggalan-peninggalan tersebut masih kita dapati di berbagai tempat bekas kejayaan pemerintahan Islam, baik di Timur Tengah maupun di Eropa.
Dalam bidang pendidikan, Rasulullah menggunakan masjid untuk mengajarkan para sahabat agama Islam, membina mental dan akhlak mereka, seringkali dilakukan setelah sholat berjama’ah, dan juga dilakukan selain waktu tersebut. Masjid pada waktu itu mempunyai fungsi sebagai “sekolah” seperti saat ini, gurunya adalah Rasulullah dan murid-muridnya adalah para sahabat yang haus ilmu dan ingin mempelajari Islam lebih mendalam. Tradisi ini juga kemudian di ikuti oleh para sahabat dan penguasa Islam selanjutnya, bahkan dalam perkembangan keilmuan Islam, proses “ta’lim” lebih sering di lakukan di masjid, tradisi ini dikenal dengan nama “halaqah”, banyak ulama-ulama yang lahir dari tradisi halaqah ini. Tradisi ini diadopsi di Indonesia dengan model “Pesantren”, menurut sejarah berdirinya pesantren-pesantren di Indonesia dimulai dengan adanya kyai dan masjid. Pada perkembangan selanjutnya ketika proses ta’lim di adakan di sekolah/madrasah, tradisi halaqah masih tetap dilestarikan di berbagai tempat sebagai “madrasah non formal”. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa tradisi ini merupakan cikal bakal berdirinya universitas-universitas Islam besar di dunia. Salah satu contohnya adalah al-Azhar di Mesir.
Di bidang ekonomi, masjid pada awal perkembangan Islam di gunakan sebagai “Batiul Mal” yang mendistribusikan harta zakat, sedekah, dan rampasan perang kepada fakir miskin dan kepentingan Islam. Golongan lemah pada waktu itu sangat terbantu dengan adanya baitul mal.
Seiring dengan perkembangan zaman dan derasnya aliran “sekularisasi” dan pandangan hidup “materalisme”, tanpa disadari peranan masjid dalam kehidupan umat Islam semakin menyempit dan bahkan terpinggirkan. Besarnya gelombang sekularisasi yang mempengaruhi pandangan orang terhadap agama, telah menjadikan agama dan lembaga-lembaga agama sebagai pelengkap dalam kehidupan. Hal ini dilihat dari semakin kecilnya pengunjung gereja di negara-negara barat. Dalam pandangan orang barat, gereja hanya sebagai tempat ibadah, bahkan lebih ironis lagi mereka melihat gereja sebagai “lembaga sosial” yang meminta sumbangan kepada jamaahnya. Mereka melihat gereja tidak memberikan keuntungan materi dan hanya membuang waktu saja. Akhirnya banyak gereja yang kosong karena ditinggalkan umatnya.
Fenomena di barat tersebut menarik untuk di perhatikan, karena pandangan yang demikian akhir-akhir ini juga telah banyak ditemukan pada umat Islam. Saat ini banyak diantara umat Islam yang melihat masjid hanya sebagai tempat ibadah atau sholat. Itupun kalau kita lihat hanya sedikit orang yang melakukan sholat berjama’ah di masjid setiap waktu, kecuali sholat Jum’at. Maka tidak heran masjid hanya dikunjungi pada waktu-waktu sholat, bahkan yang kadang-kadang digunakan sebagai tempat istirahat melepas lelah setelah bekerja, sehingga kita lihat masjid-masjid yang sepi tidak ada aktifitas apa-apa selain sholat dan peringatan-peringatan keagamaan tertentu. Tentunya kita tidak ingin masjid-masjid kita mengalami nasib yang sama seperti di barat.
Hasil analisa menyimpulkan bahwa kecenderungan umat meninggalkan masjid karena mereka merasa masjid tidak memberikan manfaat langsung dalam kehidupan mereka yang semakin komplek. Untuk itu perlu kembali kita mereposisikan masjid sebagai sentral kegiatan umat yang mampu memberikan kontribusi langsung kepada umat.
Sebagai harta wakaf masjid sesungguhnya mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sehingga manfaat yang di hasilkan lebih banyak dan luas. Konsep wakaf dalam Islam memberikan peluang adanya usaha-usaha untuk pengembangan. Beberapa usaha yang bisa dilakukan nazir sejalan dengan kebutuhan umat saat ini adalah di bidang pendidikan dan ekonomi. Nazir yang dibantu oleh ta’mir masjid bisa mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan dana dari mendirikan BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah), bisa saja kemudian dikelola dibawah naungan yayasan seperti lembaga pendidikan al-Azhar Jakarta, salah satu lembaga pendidikan Islam terbaik di Jakarta. Agar tidak menghilangkan peranan masjid maka sekolah, kantor dan yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan hendaknya diadakan di lingkungan masjid. Dari pengembangan ini diharapkan masjid bisa memberikan pendidikan murah dan berkualitas kepada umat, bahkan bisa memberikan beasiswa kepada masyarakat yang kurang mampu, seperti Universitas Al-Azhar.
Pengembangan harta wakaf masjid bisa lebih diluaskan kedalam bidang ekonomi, tujuan dan sasarannya adalah kemandirian dan menolong golongan kurang mampu. Agar lembaga pendidikan yang dikelola masjid dapat berjalan dengan baik maka hendaknya ditopang dengan dana yang cukup, untuk itu perlu dikembangkan usaha-usaha ekonomi dengan mendirikan lembaga-lembaga ekonomi, seperti toko atau mini market, rumah makan, toko buku, photocopy atau usaha lainnya. Usaha-usaha ekonomi tersebut mempunyai peranan dan fungsi ganda: sebagai sumber dana, menyediakan lapangan pekerjaan, serta menyediakan kebutuhan masyarakat. Dari sini diharapkan masjid menjadi sentral kegiatan umat, dan masyarakatpun merasakan manfaatnya secara langsung.
Pentingnya masjid bagi umat Islam bagaikan jantung bagi manusia, karena dari masjidlah Rasulullah membangun peradaban Islam dan karakter umat Islam yang sebagai khalifah di muka bumi.
Sebagai tempat ibadah Masjid merupakan media seorang hamba berkomukasi dengan penciptanya dalam bentuk sholat. Walaupun Islam tidak membatasi bahwa sholat hanya di lakukan di Masjid (bumi merupakan masjid Allah di mana saja seorang muslim dapat melaksanakan sholat apabila telah datang waktunya) Nabi selalu menganjurkan umatnya agar senantiasa melaksanakan sholat berjamaah di masjid, terdapat banyak riwayat hadis yang menerangkan pentingnya sholat berjamaah. Namun bagi kehidupan muslim Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah seperti halnya gereja, pura dan lainnya, akan masjid merupakan sentral kehidupan umat Islam. Sebagai sentral kegiatan tentunya masjid mempunyai multifungsi: fungsi keagamaan, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi, fungsi sosial fungsi politik dan lain sebagainya. Kalau kita melihat kembali ke zaman Rasulullah maka kita dapatkan bahwa Rasullah mengadakan berbagai kegiatan untuk kepentingan umat di Masjid.
Di bidang pendidikan, beliau senantiasa memberikan nasehat dan pelajaran di masjid, baik dilakukan setelah sholat maupun di luar waktu itu, waktu tersebut Rasulullah gunakan untuk membina mental para sahabat dan mengajarkan Islam kepada mereka. Dibidang politik Rasulullah sering sekali bermusyawarah kepada para sahabat untuk membicarakan persoalan umat di masjid, termasuk juga mengatur strategi peperangan melawan musuh dan banyak lagi kegiatan yang dilakukan Rasulullah yang dilakukan di masjid. Begitu pentingnya fungsi masjid bagi umat Islam hingga Rasulullah tatkala tiba di Quba dalam perjalanannya ke Madinah yang pertama di bangun adalah masjid (masjid Quba), dan ketika sampai di Madinah Rasulullah juga mendirikan masjid bersama para sahabat di salah satu tempat sahabat anshor (abu Ayub al-Anshori) sebelum membangun infrastruktur yang lainnya.
Penghargaan untuk http://shofronyh.student.umm.ac.id
No comments:
Post a Comment